Total Tayangan Halaman

Minggu, 16 September 2012

REFLEKSI KULIAH FILSAFAT ILMU SENIN, 10 SEPTEMBER 2012


MENJADI PROFESIONAL DENGAN BELAJAR FILSAFAT

Pikiran kita terbatas. Pemikiran orang cukup tinggi sehingga tergoda untuk menjadi sombong. Sebagai contoh adalah Euclides yang mengatakan bahwa bilangan mengatur alam dan matematika adalah agama, karena pada zaman itu manusia belum mengenal Tuhan yang sesungguhnya. Setiap hari kita dihadapkan pada persoalan yang beruntun, sehingga kita harus memikirkannnya, sehingga diperlukan agama sebagai penuntun. Mengendalikan pikiran ada pakarnya masing-masing. Ilmu gendam, ilmu sihir, hipnotis merupakan bagian dari ilmu pengendalian pikiran yang membatasi pikiran orang lain. Pikiran dan Doa, merupakan metodologi. Bagaimana kita bisa berdoa secara khusuk, Rethret (katholik), Toriqot (Islam), memerlukan bimbingan guru spiritual. Tetapi ada saat tertentu, pikiran kita sudah tidak berjalan lagi, yang ada adalah doa di dalam hati.
Ada itu berdimensi. Orang yang tidak ada otomatis tereliminasi sifat-sifatnya. Satu hal yang tidak bisa dibantah dan pasti adalah diriku yang sedang bertanya. Aku ada karena aku berpikir. Implementasi di kelas, kalau  guru belum bisa membuat siswa berpikir, maka guru itu belum ada bagi murid-muridnya.
Bagaimana memahami hidup. Hidup dimulai sejak kita lahir. Bayi sudah belajar memahami segala hal, karena hidup berdimensi. Tumbuhan menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam memahami lingkungannya. Keturunan diperoleh dari spesies yang terbaik. Mempelajari filsafat juga professional dalam hal methodologi, epistemologi dalam mencari sumber pengetahuan. Contohnya bahwa Pengetahuan berasal dari diri kita (Plato – idealis). Jangan menghindar belajar filsafat supaya kita bisa memanage profesionalisme.
Metode hermenetika, diterjemahkan dan menerjemahkan dalam arti dalam dan luas. Sebagai langkah dalam hidup kita untuk menjadi lebih baik. Menyelaraskan olah pikir dan olah hati. Mencari yang baik – baik saja sesuai dengan konteks lingkungan dalam bersosialisasi di masyarakat.
Segala sesuatu terjadi di dalam ruang dan waktu. Sehingga kita harus sopan santun terhadap ruang dan waktu. Implementasi dalam pembelajaran Matematika, kita harus mempelajarinya dengan baik, sehingga kita santun terhadap matematika. Menurut orang jawa, sopan santun adalah ilmu yang paling tinggi. Dalam kehidupan masyarakat, kita harus santun dalam arti menyesuaikan diri sesuai dengan adat masyarakat setempat.
Filsafat pendidikan matematika mempelajari yang ada dan yang mungkin ada di dalam pendidikan matematika. Dalam sedalam-dalamnya secara hakiki. Guru yang professional, harus bisa menjelaskan dasar kita mengajar matematika.
Pandangan filsafat terhadap aliran kepercayaan, sesuai dengan jenis agama. Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia.
Epistemologi adalah filsafat ilmu, dan filsafat ilmu adalah filsafat berpikir, dasar kita mempelajari sesuatu. Bahasa filsafat lebih halus dari yang halus. Sebenar-benar halus adalah milik Tuhan. Halus hanya ada dalam pikiran manusia, secara nyata tidak ada sesuatu yang halus.
Sebagai manusia, kita harus bisa melakukan abstraksi dan idealisasi. Abstraksi, mengambil atau memilih sifat yang ada. Memilih mangandung eliminasi. Contoh, kita harus memilih mana yang harus kita lihat dan kita dengarkan pada saat yang bersamaan. Abstraksi merupakan kodrat Tuhan. Sedangkan idealisasi adalah mengambil sifat yang sempurna.
Manusia sebagian besar merupakan kaum fundasionalis. Semua berdasar, dimulai dari yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari sampai pada waktu, ruang, bahkan berpikir. Cara belajar dimulai ketika kita lahir.
Pertanyaan yang saya ajukan dalam refleksi kali ini adalah bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang professional, sementara kita berada dalam keterbatasan dimensi ruang dan waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar