MEMBANGUN
KESADARAN BERPIKIR DALAM BERFILSAFAT
Esensi
filsafat, dari awal hingga akhir pada intinya kita belaajr adab dalam
berfilsafat, dan berpikir sesuai ruang dan waktu. Setiap individu menmpati
ruang dan waktu masing – masing. Tergantung individu masing – masing dalam memanfaatkan
ruang dan waktu sebagai kesempatan hidup. Adanya ketidaktepatan ruang dan waktu
berakibat siapa yang berkuasa dialah yang berhak bicara. Filsafat tidak hanya
olah pikir orang biasa, dalam artian harus profesional, yang mempunyai
kesadaran dalam setiap multi dimensi.
Pada
jaman Yunani Kuno, filsafat dikenakan pada objek dan metodenya. Contohnya dalam
filsafat politik, objeknya adalah kekuasaan dan metodenya adalah bagaimana
memperoleh kekuasaan. Filsafat
matematika, objeknya adalah matematika dan metodenya bermacam – macam. Metode
filsafat secara umum adalah yang berlaku secara keseluruhan, yaitu
hermeneutika, diterjemahkan dan menterjemahkan hidup. Filsafat tertua berasal
dari Yunani. Orang Yunani sudah belajar bagaimana berdemokrasi. Separo pemikiran
adalah pengalaman. Kontradiksi di dalam matematika adalah tidak tak konsisten
terhadap apa saja yang didefinisikan dalma Matematika. Unsur dasar matematika
adalah kontradiksi. Matematika adalah eksak, matematika adalah ilmu pasti
adalah mitos.
Filsafat
adalah manajemen ruang dan waktu. Tidak peka terhadap ruang dan waktu merupakan
penyakit filsafat. Filsafat memperjuangkan yang ada dan yang mungkin ada dalam
pikiran kita. Satu dengan yang lain merupakan thesis dan anti thesis. Filsafat
memperbincangkan segala sesuatu. Menginteraksikan antara thesis dan anti
thesis, karena obyek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Mesir
merupakan thesis dari orang Yunani dan orang Yunani merupakan anti thesis dari
orang Mesir. Kesadaran berfilsafat sangat lembut sekali. Pusat budaya adalah
kerajaan, yang mengajarkan forma atau tata cara. Seperti kisah kepahlawanan
Sumantri yang tergoda kesetiaan pengabdiannya pada Negara karena tergoda oleh
wanita.
Matematika
di Babilonia, Mesopotamia muncul dari bawah dari kebutuhan hidup manusia yang
tidak disadari secara penuh, bahwa itu adalah Matematika dengan segala macam
persoalan yang ada. Kalau kita berfilsafat maka kita bisa melakukan kesadaran
ke luar dan kesadaran ke dalam, dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa.
Orang Yunani menemukan prinsip – prinsip yang dikembangkan oleh orang Mesir
kuno. Salah satunya mencari luas daerah bangun datar yang perhitungannya sudah
hampir mendekati melalui mencoba – coba. Selanjutnya dicari bentuk umum yang
universal. Ini menunjukkan bahwa orang Yunani sudah melakukan abstraksi
terhadap fenomenologi yang ada.
Sejalan
dengan filsafat, maka terjadilah revolusi oleh Euclides, yang menulis buku
tentang Unsur – unsure Geometri 13 jilid yang sangat terkenal dan berlaku
berabad – abad. Namun, pembelajaran matematika modern merombak Teori Euclides.
Euclides membuat definisi, aksioma, teorema, postulat. Postulat 5 mengatakan
bahwa dua garis lurus yang diptong garis lain, yang sudut dalam sepihaknya
berjumlah 180 derajat, maka dua garis tersebut pastilah sejajar. Geometri
modern menyangkal hal ini.
Hal
ini memunculkan banyak sekali yang ingin membangun matematika, salah satunya
Hilbert yang membangun matematika yang formal dan aksiomatik, yang sekarang
dipelajari di Matematika perguruan Tinggi. Matematika hanya benar untuk semesta
di dalamnya. Kalau disinkronkan dengan aspek filsafat, bahwa semua memerlukan
abstraksi yang harus dimasukkan ke dalam pikiran kita sesuai dengan ruang dan
waktu. Sumber persoalan berfilsafat muncul dari yang ada di dalam pikiran dan
yang di luar pikiran. Pengetahuan adalah ilmu yang dibangun di atas pengalaman.
Jadi berfilsafat adalah membangun di dalam kesadaran. Matematikawan emmegang
kunci teknologi, karena Negara pada intinya adalah 3 hal, yaitu teknologi,
kekuasaan, dan uang (ekonomi). Filsafat sehebat apapun tidak bisa kita
hindarkan dari revolusi teknologi yang pragmatis. Contohnya masih bertahannya
Ujian Nasional meskipun sudah di MK-kan, inilah salah satu perpaduan antara the
power, economy, and technology.
Pertanyaan yang saya
ajukan dalam refleksi kali ini adalah bagaimana
membiasakan diri untuk selalu berpikir secara sadar, sehingga kita selalu
terbiasa untuk berfilsafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar